Dua Meter Tak Selalu Cukup!
March 22, 2021Peningkatan Lemak di Area Perut Ketika Menopause Meningkatkan Resiko Penyakit Jantung
September 21, 2021Sejak awal tahun 2020, penggunaan masker menjadi hal wajib bagi semua orang tanpa terkecuali. Pemerintah seluruh dunia pun terus mendorong masyarakatnya untuk semakin disiplin menggunakan masker. Namun, berdasarkan studi, Virus Corona diketahui dapat bertahan hingga beberapa hari pada masker medis sekalipun.
Akhirnya, pada bulan Mei 2020, insinyur dari Indiana University pertama kalinya mampu menunjukkan bahwa kain yang menimbulkan medan listrik lemah dapat mematikan virus Corona. Bahan kain yang disebut kain electroceutical ini diproyeksikan untuk dapat digunakan sebagai bahan masker dan Alat Perlindungan Diri (APD) lainnya. Bahan ini diujikan pada virus Corona yang berada dalam sistem pernafasan babi dan dalam manusia yang menyebabkan demam.
Menurut Mahmoud Al Ahmad dari University of United Arab Emirates, temuan ini dapat menjadi salah satu alternatif solusi baru untuk menghadapi pandemi COVID-19 meskipun penelitian lebih lanjut dibutuhkan sebelum akhirnya dapat diaplikasikan pada APD. Selain masker, temuan ini juga nantinya dapat digunakan untuk menghindari penyebaran virus dengan berbagai cara seperti penjernih udara di tempat umum atau disinfektansi lantai ruangan.
Apalagi menurut Chandan Sen dari Indiana University School of Medicine, Virus Corona bukanlah virus pertama dan terakhir yang akan mengubah kehidupan manusia. Nantinya, penggunaan medan listrik lemah dapat diaplikasikan pada penggunaan yang lebih luas untuk menghadapi infeksi virus. Laboratorium yang dikelola oleh Sen sendiri telah mengembangkan teknologi kain electroceutical dengan nama V.Dox Technology selama enam tahun terakhir bersama dengan Vomaris, perusahaan yang berbasis di Arizona.
Teknologi ini terdiri dari pola matriks perak dan titik-titik zinc yang dicetak pada bahan seperti katun dan polyester. Titik-titik ini membentuk “baterai” yang dapat membangkitkan medan listrik lemah. Ketika bahan ini terpapar materi konduktif listrik seperti keringat dan gel, elektron akan berpindah dari zinc ke perak melalui reaksi redoks yang menimbulkan perbedaan potensial 0.5 volt. Teknologi ini sudah disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA) dan telah digunakan secara komersil untuk menyembuhkan luka terbuka dengan menanggulangi infeksi bakteri biofilm.
Ketika COVID-19 pertama kali merebak, Sen dan timnya memikirkan kemungkinan teknologi yang sama dapat mempengaruhi virus seperti mempengaruhi bakteri. Literatur sebelumnya menunjukkan bahwa Virus Corona bergantung pada gaya elektrostatis untuk menempel, sehingga Sen berharap medan elektrik dapat mengganggu gaya elektrostatis ini dan akhirnya membunuh virus.
Untuk digunakan sebagai masker, bahan ini membutuhkan pelembab yang digunakan dengan menempelkan hydrogel untuk mengaktifkan titik-titik baterai. Alternatif lainnya adalah dengan memasang pipa kecil berisi cairan pada masker. Kelembaban dari nafas yang dihembuskan penggunanya juga dapat terus menjaga masker lembab.
Dalam kolaborasinya dengan Kenneth Cornetta, seorang genetis yang melakukan penelitian terkait virus. Cornetta memaparkan Virus Corona dalam sistem pernafasan babi pada bahan electroceutical selama satu atau lima menit. Setelah satu menit, partikel virus mulai tidak stabil dan menunjukkan bahwa medan listrik menyebabkan kerusakan pada struktur virus. Pengujian kemudian dilakukan pada sel di cawan dan hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan menginfeksi virus hilang.
Pengujian juga telah dilakukan pada Virus Corona 229E Manusia yang menjadi penyebab infeksi pada saluran pernafasan manusia dan mendapatkan hasil yang sama dengan pengujian sebelumnya. Pada Mei 2020, data ini telah diajukan kepada FDA untuk menerima Izin Penggunaan Darurat sebagai bahan masker kain. Nantinya, teknologi ini juga dapat digunakan pada masker N95 atau dijadikan sisipan pada masker lainnya.
Sumber: https://spectrum.ieee.org/the-human-os/biomedical/devices/using-weak-electric-fields-to-make-viruskilling-face-masks